KH Imam Jazuli,Lc,MA, Dr. Ubaydillah Anwar dan Ust. Rifai Ali Idris dalam penganugerahan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa di Hotel Aston Cirebon

Pesantren Bina Insan Mulia menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa Pesantren kepada Ubaydillah Anwar, di Ballroom Hotel Aston Cirebon, Minggu (21/5/2017). Ini merupakan penganugerahan gelar pertama ala pesantren di Indonesia. Acara berlangsung khidmat, dihadiri sekitar 700 tamu. Tampak antara lain mantan Rektor IAIN Syekh Nurjati Prof Dr Maksum Mochtar M.Ag, puluhan kyai, ratusan guru dan dosen, tokoh masyarakat, santri, dan wali santri. Mereka sangat antusias mengikuti acara tersebut. Ubaydillah dinilah layak memperoleh gelar tersebut, karena memenuhi tiga kriteria dasar, yakni karya, kontribusi, dan kesalehan (akhlakul karimah).

Ia telah menulis lebih dari seribu artikel yang telah diterbitkan sejumlah media nasional dan profesional di sejumlah perusahaan. Ia juga telah menulis lebih dari 45 buku di bidang soft skill, spiritualitas, dan ke-Islam-an yang telah diterbitkan berbagai penerbit nasional. Ia juga aktif menjadi nara sumber seminar, workshop, dan training yang diselenggarakan oleh berbagai perusahaan nasional, multinasional, BUMN, kantor kementerian, dan kelompok masyarakat di bidang soft skill.

Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, KH Imam Jazuli Lc MA, menyatakan, “Gelar Doktor Honiris Causa Pesantren ini berbeda dengan gelar Honoris Causa di universitas yang telah menetapkan kriteria dan ketentuan sendiri. Kami hormati itu dan tidak mau menabrak aturan itu. Yang kami lakukan hari ini adalah murni penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa ala pesantren, bukan ala perguruan tinggi.”

Istilah Doktor digunakan, lanjutnya, karena santri-santri yang mendapat gelar itu adalah mereka yang telah berkarya dan berkontribusi di bidang ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum, pendidikan, maupun pengembangan masyarakat. Sejak pesantren dirintis Wali Songo, sudah ada ratusan santri yang memenuhi kriteria tersebut, tapi belum satu pun yang mendapat penghargaan akademik.

“Saya sudah memikirkan hal itu sejak aktif di PBNU akhir tahun 2011, dan alhamdulillah, hari ini terlaksana. Kalau bukan pesantren yang proaktif menghargai prestasi santri, lantas berharap pada siapa?” ujarnya, disambut tepuk tangan meriah hadirin.

Tujuan penghargaan tersebut, lanjutnya, adalah untuk memberi motivasi dan apresiasi kepada santri-santri Indonesia berprestasi. Meski demikian, ia setuju perlu ada standardisasi yang jelas agar gelar kehormatan itu benar-benar tepat tujuan dan kelayakannya agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain di luar ilmu pengetahuan.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *